Rabu, 04 November 2009

Cerita gue dan Mas Imudh (Part 1)

Sesuai dengan janji gue di posting sebelumnya, gue akan menceritakan siapa itu Mas Imudh yg gue kagumi, sayangi dan dulu pernah gue cintai. Yah, dia emang bukan cowok yang ganteng kayak David Archuleta, tajir layaknya Bill Gates, beken kayak Afgan, pintar seperti Issac Newton, atau selembut dan sebaik malaikat. Namun, dia cukup menarik bagi seorang gue, Nadya. Dia begitu gue jaga agar tidak ada yang pernah menyakiti dan melukai hatinya segaris pun.


Yapp, gue jg gak ngerti yah gimana rumusnya hingga gue bisa jatuh cinta dan begitu tergila-gila. Cinta emang gak bisa ditebak arah dan kapan datangnya, kan?? Love was never able to predict how come, right? he was suddenly struck my heart and makes me so crazy. Awalnya kami hanya sebatas sahabat baik yang begitu dekat hingga beberapa teman memang menggosipkan kami pacaran. Gue dan Mas Imudh gak pernah ambil pusing omongan orang. Toh, kita gak pernah menjadi pacar. Kita hanya bersahabat. Saling mengisi kekosongan. Gue curhat soal first love gue, dia cerita tentang hidup dia. Ya, itu lah gue dan dia beberapa tahun lalu. Begitu indah. Saling pengertian. Saling mengisi. Saling menyayangi dan memahami.


Gue sendiri sih gak bisa menjelaskan kedekatan seperti apa yang gue jalani dengan dia. Gue sayang dia. Itu yang diam2 berubah jadi cinta. Itupun tersadar beberapa tahun kemudian.

Huufhh …


Mas Imudh, gue sayang banget sama dia. Yah, secara fisik dia jauh banget dari kata ganteng. Orang2 juga bingung kalo gue bisa segitu sayang sama dia. Tapi, bukan fisiknya yang gue cintai. Ada beberapa alasan yang membuat gue begitu mencintai dia.


  1. Dia temukan gue di saat gue bener2 rapuh dan butuh sandaran. Dan dia menjadi matahari hidup gue yang pernah hilang karena kekecewaan pd seseorang di masa lalu

  1. Senyumnya yang hangat membuat gue begitu menyukainya.

  1. Kepolosannya yang membuat gue begitu ingin melindunginya.

  1. Kebaikan hatinya yang membuat gue selalu ingin berada di sampingnya dan terus menjadi yang istimewa dan tiada pernah tergantikan oleh siapa pun.

  1. Kasih sayangnya. Dia menyayangi gue dengan caranya sendiri. Bukan dengan kata2, bukan dengan tindakan yang berarti. Namun dengan caranya sendiri. Entah itu apa. Hanya gue yang bisa merasakan kasih sayang yang tak terlihat itu. Gue tau itu.

  1. Dia selalu bisa bikin gue ketawa dengan candaan dia yang jayus, konyol, walau sebenarnya itu sama sekali gak lucu.

  1. Dia memperhatikan gue dengan caranya sendiri, membuat gue begitu merasakan perhatiannya yang mendalam sekalipun tak pernah dia akui.

  1. Suara dia emang gak bagus kayak Afgan, lembut atau apa. Suara dia khasnya suara laki2 yang baru baligh, tapi suara itu yang selalu gue cari dan rindukan tiap gue gak ketemu dia dalam waktu panjang.

  1. Walau gue pernah bilang gue gak mencintai dia dari fisik, mau gak mau gue harus akui bahwa dia memang terlihat begitu tampan di mata gue. Entah di bagian mana, yang jelas gue sangat menyukai memandang wajah dia. Ada segurat kepolosan, ketegasan, keangkuhan dan dari sana gue bisa liat kalo dia seorang laki2.

  1. Tahi lalat di bibir atas bagian tengah dia yang bikin gue ketawa tiap liat. Dari bibir itu dia berceloteh dan berbicara dengan caranya yang khas, mengeluarkan tiap kata2. Bercerita tentang setiap pengalaman dia yang selalu bisa membuat gue ketawa terbahak-bahak bersama dia. Sekalipun itu tidak mengundang tawa.

Itulah hal yang gue cintai dan rindukan dari sosok Mas Imudh. Gue sayang dia. Gue mencintai semua hal di atas. Gue rindu dia. Dia yang dulu.


Lalu apa lagi yang harus gue ceritakan tentang dia agar kalian mengerti tentang perasaan gue? Apa? Katakan. Apa perlu gue sebutkan semua kenangan indah yang bisa bikin gue gak pernah lupa sama dia dan kejadian2 konyol tapi berarti itu. Beda, soal hal apa aja yang pernah gue lalui, kalian harus baca sendiri di postingan gue berikutnya. Tapi bukan berarti postingan ini udahan kok.


Apa lagi yang harus gue ceritain? Hah? Oke, perjalanan hubungan gue dan dia emang berjalan mulus pada beberapa tahun pertama. Gue masih tetep gak sadar kalo gue mulai menyayangi dia lebih dari sekedar teman. Waktu itu gue bener2 gak ngerti apa yang gue rasain. Yang gue tau, dia selalu ada buat gue. Itu aja. Gue gak pernah berpikir bahwa Mas Imudh yang gue anggap anak kecil yang harus selalu dilindungi selayaknya bayi itu, lambat laun akan berubah jadi seorang lelaki dewasa yang kemudian mampu berjalan dengan kakinya sendiri tanpa bantuan gue lagi. Gue gak pernah berpikir ke sana. Yang gue tau hanya Mas Imudh akan selalu bersama gue. Itu aja. Titik. Gak ada yang harus dikhawatirkan.


Namun, hal yang mengejutkan datang. Seorang teman gue menyukai dia. Dengan berat hati gue gak pernah mampu melarang dia suka sama Mas Imudh bila gue sayang si Imudh. Akhirnya, tuh cewek bisa jadian sama Mas Imudh. Tapi jangan lupa, mereka bisa jadian itu atas tangan gue. Kalo gue gak turun tangan, mungkin tuh cewek cuma suka2an sama Imudh. Waktu itu, Imudh tiba2 nelepon gue pas gue lagi makan.


“Lo suka sama si ***** gakk ??” tanya gue sambil megang piring trus ngunyah.


“Yah… suka2 aja siih,” jawab dia seperti biasa tanpa kepastian.


“Yeeh, serius. Mau gue jadiin sama dia gakk?” kata gue, sebuah tawaran yang tolol.


“Hah?? Yah, sebenernya sih mau2 aja. Mang lo bisa?”


“Yaelah, apa sih yang enggak buat lo, friend?” kata gue sok tegar.


“Gimana caranya?”


“Ya lo tembak lah, dongo.”


“Gimana?”


Dengan tolol, gue nge-dikte-in dia kata2 yang harus dia omongin ke cewek yang cukup kita panggil dengan sebutan Lili. Gue sebutin kata2 manis yang pernah gue rangkai untuk nembak dia. Dan kini gue sebutkan kata2 yang gue buat semanis mungkin itu, memang buat orang yang gue sayang si Imudh itu. Tapi bukan untuk menyatakan cinta ke dia. Tapi untuk dia menyatakan cinta ke cewek lain. Selera makan gue ilang sambil ngediktein dia. Air mata gue mulai mau netes. Udah menggenang. Tapi gue buru2 apus sebelum membuat gue terlihat tolol.


Sepuluh menit kemudian, Mas Imudh nelepon gue lagi.


“Nad, gue udah bilang kata2 itu ke dia,” kata Mas Imudh.


“Oh ya?? Si Lili bilang apa?”


“Dia nerima gue, tapi gue harus janji jangan nyakitin dia, soalnya dia pernah disakitin sama mantannya,” jawab dia lagi.


“Oh, ya udah. Jangan nyakitin dia ya.” Gue bilang padahal gue tau secara tidak langsung, dia menyakiti gue.


“Iya, gak mungkin gue nyakitin dia.”


“Bagus deh. Selamat ya udah jadian!! PJ-nya mana nihh ?” tanya gue lagi masih dengan suara “gue-baik-baik-aja” padahal gue mau nangis dan ngejerit sekenceng-kencengnya.


“Makasih ya, Nad…” Mas Imudh bilang gitu ke gue.


“Sama-sama… Gue makan dulu yah, bye…”


Bye…”


Begitu telepon gue tutup, piring yang gue pegang langsung gue taro di atas meja dan makanan itu gak pernah gue habiskan. Gue sibuk memikirkan nasib si Imudh sama Lili. Felt there was something so pleasant and made me glad, but on the one hand I felt something missing from my feelings .


Yah, beberapa hari kemudian hubungan mereka tidak jelas dan putus. Dasar monyet. Yah Lili bilang dia cuma mau mainin Mas Imudh. Kalo gue gak mandang dia temen sekelas gue, udah gue timpuk pala dia pake setrikaan. Udah gue gebukin dia pake sepatu gue. Gedek. Mas Imudh pun biasa2 aja, dia bilang cuma gak suka dengan cara Lili yang begitu tidak menyenangkan sama dia. Alaah, lagu lama kaset kusut lu, kampret. Dalam hati gue memaki.


Haha .. Udah dulu deh, besok gue posting lagi nerusin cerita ini. Masih banyak, tenang aja…

I think I've got so many stories about him, so do not be afraid of running out of stories about him. so much time I spent with him, where maybe I can finish in one story?? Je t'aime Mas Imudh ... jamais tu restera vivant dans mon cœur, y habite détient la clé qui n'a jamais perdu ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar